Bhinneka Tunggal Ika”
“Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan, hana dharma mangrwa.” (pupuh 139, bait 5)
“Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda,
Mereka memang berbeda tapi bagaimanakah bisa dikenali,
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal,
Terpecah belah tapi satu jualah, tiada kerancuan dalam kebenaran.”
Barang-barang Amanah Soekarno
Pada masa jayanya dahulu, kepulauan Nusantara terdiri dari ratusan
Kerajaan. Wilayah Nusantara (kini Indonesia) merupakan kawasan yang
paling diincar oleh semua kerajaan di dunia.
Keinginan
semua kerajaan di dunia untuk merebut dan menguasai wilayah Kepulauan
Nusantara ini akibat adanya beragam kekayaan hasil alam di daerah
kepulauan terbesar di dunia tersebut.
Dari dalam tanah Nusantara terdapat berbagai macam tambang minyak dan
logam, dalam lautnya juga terdapat minyak bumi dan sumber alam lainnya,
juga tanahnya yang subur sepanjang tahun siap ditanami kapan saja,
bukit yang kaya pasir dan bebatuan mineral, hingga di setiap puncak
gunungnya pun juga memiliki kekayaan dan keindahan tiada taranya.
Belum lagi dari kekayaan flora dan faunanya. Dari dalam lautnya
terdapat ikan dan hasil laut yang sangat berlimpah-ruah, didaratnya
terdapat ribuan jenis satwa yang sangat eksotik dan endemik.
Juga di hutannya yang terdiri dari ribuan jenis pohon yang hanya
terdapat di wilayah Nusantara ini, terdiri dari hutan lebat tropis
jutaan hektar, juga puluhan sungai besar mengalir di setiap pulaunya.
Wajar saja jika di wilayah kepulauan terbesar di dunia yang ada di
daerah tropis ini juga terdapat ratusan kerajaan yang makmur.
Kerajaan-kerajaan yang memiliki harta berupa emas, perak, perunggu,
platina, berlian dan batu mulia serta juga mutiara. Seluruh kekayaan
kerajaan Nusantara tersebut jika dikumpulkan beratnya mencapai ratusan
ribu bahkan bisa jutaan ton emas dan harta lainnya..! Namun
pertanyaannya, kemana semua harta kekayaan kerajaan-kerajaan Nusantara
tersebut?
Nusantara ancestral race of brown-copper skinned maritime Asian,
usually we call it according to lingusitic groups: The Austronesian.
Setelah masuknya orang Eropa (termasuk Belanda), kekayaan tersebut
seperti “disita” oleh kolonial dan hilang entah kemana. Untuk itulah,
maka beberapa tim dan individu mulai “mengorek” dan “menelusuri” jejak
kekayaan Kerajaan-Kerajaan Indonesia yang dulu ada di wilayah Nusantara
ini.
Layaknya film “
Indiana Jones“, mereka mengumpulkan bukti dari
berbagai sumber yang terkait. Mulai dari dokumen dan cerita serta
berita, baik yang diperoleh di dunia nyata ataupun di dunia maya.
Berikut fakta-fakta yang sempat tercium dan terangkum oleh mereka
mengenai “
the National Treasures of Indonesian Kingdoms“.
Emas di Bank Central
1. Pada awal abad 17, aset harta para Raja & Kesultanan
Nusantara (Cirebon, G.Pakuan, Banten, Deli, Riau, Kutai, Makasar, Bone,
Goa, Luwut,Ternate, dLL,) dalam nilai ratusan trilyun Dollar Amerika
(dalam bentuk emas, logam mulia, berlian, dan srbagainya) di simpan di
Bank Zuchrigh, Jerman (karena pada saat itu Jerman adalah negara makmur
& menguasai dunia. Serta bank tersebut adalah salah satu bank yang
tertua di dunia)
2. Pada tahun 1620, Nusantara dijajah Belanda selama 3,5 abad.
Bagi Kesultanan / Raja Nusantara yg melawan Belanda, data administrasi
harta di Bumi Nusantara dihanguskan, hanya bagi Kerajaan Amangkurat I
tetap memiliki data utuh, karena mereka penjilat Belanda dimasa itu.
Catatan:
Salah satu bukti Amangkurat I sebagai penjilat Belanda : Pangeran
Girilaya – Raja Cirebon II selaku menantu dari Raja Amangkurat I, atas
tipuan pada u “undangan makan”, ternyata Raja Cirebon II beserta kedua
putranya yang berumur 11 dan 9 tahun ditahan selama 10 tahun, hingga
wafatnya Raja Cirebon II yang dimakamkan di Girilaya. Atas wafatnya
Raja Cirebon II, Sultan Trunojoyo diutus untuk menjemput kedua putra
mahkota tersebut untuk menggantikan tahta Kerajaan Cirebon.
Dengan melalui peperangan, akhirnya Trunojoya berhasil membawa Putra
Mahkota dan kedua adiknya. Sedangkan Putra Mahkota yang
pertama/kakaknya, diamankan oleh paman dari Ibunya ke Gunung Lawu.
Hingga akhirnya berdiri Kerajaan Cirebon menjadi dua kesultanan, yaitu:
Kesultanan Kanoman dan Kesultanan Kasepuhan.
3. Pada tahun 1939, Amerika menyuruh Bung Karno untuk menata aset para Raja Nusantara dan mengalihkan hak atas nama pribadi Soekarno.
Catatan:
a. PENYERAHAN HIBAH REKAYASA dilakukan oleh Raja Solo dan Yogyakarta
yang mengatasnamakan Raja-raja Nusantara. Selanjutnya aset kedua raja
tersebut utuh atau tidak dihibahkan.
b. HAK AHLI WARIS Raja Nusantara, sepeserpun nihil (tdk menerima hak waris).
4. Pada tahun 1944, berdirilah Bank Dunia atas dasar Colateral
Aset Raja Nusantara! Bank Dunia mulai memberikan pinjaman kepada 40
Negara. Maka semenjak itu USA semakin kuat untuk mencetak mata uang dan
menyusun strategi persenjataan yang berguna untuk menguasai dunia.
5. Pada tahun 1945, saat Perang Dunia-II Jepang menyerah dan membuat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
Beberapa fakta:
a. Bung Karno dalam salah satu pidatonya pernah berkata “..kalau
Jepang tidak memberikan kemerdekaan kepada kita, maka saya akan minta
USA utk membom Jepang..”
b. Bung Karno diangkat jadi ketua PBB. Bukankah pada waktu itu
orang asing banyak yang lebih pintar dari Bung Karno? Tak aneh lagi,
karena berdirinya Bank Dunia berasal dari aset Raja Nusantara. Sampai
saat ini, tidak ada jabatan Ketua PBB selain Bung Karno, yang ada
hanyalah Sekjen.
Catatan:
Tahun 1945, untuk membangun negara, kalau Bung Karno jujur dan benar
(tidak ambisius), seharusnya mengumpulkan para Sultan dan Raja Nusantara
untuk diberi tahu jika para buyutnya (Raja Nusantara) pada abad-17,
menyimpan hartanya di Bank Juchrigh-Jerman. Kenapa Bung Karno bungkam?
6. Antara tahun 1950 – 1953, Bung Karno memberikan pelimpahan
coleteral kepada kolega & keluarganya, yang berasal dari aset para
Raja Nusantara yang dihibahkan atas nama pribadi Bung Karno. Yang kini
sudah pada balik nama.
7. Tahun 1954, sebagian sisa Dana Koleteral tsb dibagikan dalam
bentuk amanah kepada 73 orang Tokoh Negara & Ulama. Karena ada
kepentingan “politik praktis”. Tahun 1955 pemilu pertama, Bung Karno
diangkat Presiden “seumur hidup”
Catatan:
a. Penerima “pelimpahan colateral” mendapatkan Royalti, namun
pemegang amanah tidak mendapatkan Royalti. Siapakah yang menikmati
royalti atas dana coleteral dari Bank Dunia? Siapa lagi kalau bukan
kolega & keluarganya.
b. Perlu pendirian “LEVARN” (Lembaga Executive Verifiksi Aset Raja Nusantra)
c. Maksud dan tujuan: Atas tersimpannya Aset Raja Nusantra, baik
milik Raja/Kesultanan: Cirebon, Pakuan, Banten, Deli, Riau, Kutai,
Makassar, Bone, Goa, Luwut, Ternate, dan lainnya, yang disimpan pada
awal Abad-17 di Bank Zuchrigh, Jerman dengan nilai ratusan trliyun
dollar Amerika yang telah dihibahkan ke pribadi Ir.Soekarno (Rekyasa
JO. AS) untuk modal awal pembentukan Bank Dunia, kini sudah pada balik
nama atas nama keluarga & koleganya (diluar amanah) ini harus
diverifikasi / tata Juridis Formil untuk ketetapan hak bagi ahli waris
dan negara.
d. Dalam pertemuan para Sultan se-Indonesia di Bali pada tahun
2000-an lalu. Selaku ahli waris mengharapkan keadilan hak atas harta
yang digelapkan. Sehingga para pemegang amanah dan lainnya menyadari
atas keganjilan hibah tersebut.
8. Mengapa Bung Karno keluar dari PBB & pidatonya antara
tahun 1959 sampai dengan 1963, berapi-api anti imperialis, anti
nekolim? Karena coleteralnya ternyata tidak bisa dicairkan dan
digunakan untuk pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
REPELITA yg telah diprogram. Alias dipersulit oleh Amerika.
9. Amerika berkepentingan untuk membungkam Bung Karno, selain
karena alasan dana coleteral tersebut, juga karena Bung Karno membentuk
“Poros Segitiga” Peking-Jakarta-Pyongyang. Selanjutnya melalui
konspirasi & tipu daya, AS bertindak sebagai dalang atas lengsernya
Bung Karno.
10. Tiga orang Jenderal terlibat dalam gerakan bawah tanah buatan AS, datang dan menodongkan senjata kepada Bung Karno untuk menandatangani SUPERSEMAR.
Catatan:
Kemudian isi Supersemar diubah (dipalsukan) dan diserahkan kepada
Soeharto. Soeharto tidak mengetahui tentang pemalsuan Supersemar
tersebut dan menjalankan Supersemar dengan baik. Soeharto baru
mengetahui hal tersebut sekitar tahun 1980-an. Namun sudah terlambat dan
sejarah sudah terlanjur dituliskan.
11. Tahun 1967, Soekarno lengser & Soeharto menjabat sebagai Presiden RI.
12. Sekitar tahun 1995, tujuh orang pemegang Surat Amanah dari
Soekarno, menghadap Soeharto agar Pemerintah dapat menggunakan Dana
Coletral tersebut untuk pembangunan Indonesia.
Catatan:
Dana Coletral tersebut (yang ada di Bank Dunia) tidak dapat dicairkan,
namun dapat digunakan untuk “jaminan cetak uang”. Soeharto mengajukan
ijin utk pencetakan uang Rupiah atas jaminan Dana Coletral tersebut.
13. Dilakukan Sidang Moneter Internasional, dengan salah satu
agenda untuk membahas rencana pencetakan uang Rupiah oleh pemerintah
RI. Sepuluh negara menolak untuk memberikan ijin (termasuk AS &
sekutunya), sisanya mengijinkan. Atas dasar voting, maka pemerintah RI
diijinkan utk mencetak uang sebesar “Rp. 20.000 trilyun” dengan jaminan
lima Coleteral (Salah satu Coleteral tsb adalah milik Kerajaan Cirebon
sebesar 13.000 trilyun)
Catatan:
AS tdk memberikan ijin, karena khawatir Soeharto akan membangkitkan
DUNIA ISLAM. Karena thn 1987 Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila sudah
mulai merintis dan menggalakkan bantuan untuk pembangunan masjid di
seluruh Indonesia. Mbak Tutut sudah mulai memakai kerudung &
dianggap sebagai simbol kebangkitan dunia Islam.
14. Pencetakan uang dilakukan di Jerman & Israel (pemenang
tender adalah Australia). Disisi lain AS & sekutunya mulai
melakukan konspirasi untuk merusak stabilitas Ekonomi Internasional.
15. Maret 1997, secara bertahap IDR (Indonesia Rupiah) sdh mulai
masuk ke Indonesia (masih berstatus atas nama Amanah yang ditempatkan
di luar gudang BI). Baru sekitar 9% IDR tsb yg diregristasi oleh BI,
terjadilah “krisis moneter” karena George Soros melakukan transaksi
“pembelian Rupiah” secara besar-besaran yang dibayar dengan US Dollar.
IDR dicetak dalam cetakan uang plastik pecahan Rp.100.000,- tahun
cetakan 1997.
Catatan:
Pak Harto berencana dalam periode tahun 1998 – 2003, Try Sutrisno
menjabat sebagai Wakil Presiden. Tahun 2000 Pak Harto membuat pondasi
sebagai landasan kuat dalam pembangunan tinggal landas untuk
take off
menuju adil & makmur. Tahun 2002, Pak Harto berencana untuk
mengundurkan diri dan dilanjutkan oleh wakilnya Try Sutrisno sebagai
presiden.
16. Amerika semakin gencar melakukan konspirasi, sadar atau tidak sadar banyak unsur masyarakat yang sudah masuk dalam tipu daya dan skenario AS.
Catatan:
a. Banyak mahasiswa dan rakyat yang merasa idealis dan menuntut
lengsernya Soeharto. Namun sesungguhnya mereka tidak sadar bahwa ini
semua adalah skenario AS untuk menurunkan Soeharto.
b. Beberapa “tokoh boneka politik” bentukan AS, yaitu empat orang yang dikenal dengan sebutan
“SMAG”
c. Terjadinya Kerusuhan Mei, yang dikoordinir oleh seorang tokoh pemuda atas cetakan SMAG.
17. Mei 1998, Soeharto lengser dan BJ Habibie menjabat sebagai presiden RI.
18. Semua mata uang Rupiah pada akhirnya sampai di Indonesia,
Pak Harto memerintahkan 49 orang jenderal (7 orang Jenderal Bintang
empat dan 42 orang Jenderal Bintang dua) untuk mengamankan gudang-gudang
IDR yang masih berstatus atas nama Amanah.
19. BJ Habibie dipolitisir oleh AS untuk merealisasi Referendum di TimTim,
dengan janji apabila terlaksana dengan ‘jujur dan adil’ maka Habibie
akan didukung untuk menjabat sebagai Presiden RI untuk periode
selanjutnya.
Catatan:
Habibie ditipu mentah oleh AS dan sekutunya. Hasil jajak pendapat Timor
Timur dimanipulasi (termasuk yang dihitung di Gedung Putih-AS, tidak
dihitung di lapangan) dan berujung pada lepasnya Timor Timur dari NKRI.
Itulah jatuhnya Habibie akibat dampak tertipu politik praktis. Karena
Habibie sejatinya bukan orang “misi AS”, melainkan Habibie adalah
“Jerman-isme”.
20. Rapuhnya Pemerintahan RI dan perekonomiannya akibat “Mafia
Berkeley” dan sebagian besar tokoh-tokoh negara terlibat dalam dosa
“Kerusuhan Mei”. Amerika memegang kartu tokoh-tokoh negara tersebut,
lalu leluasa untuk mendikte pemerintah. Boleh dikata, semenjak itu
pemerintahan hanya menjadi “boneka AS” dan tdk mampu untuk lepas dari
cengkraman AS.
21. Jadi dari semuanya:
a. Kebenaran ini dituliskan bukan utk menyudutkan PIHAK-PIHAK TERTENTU, namun utk MENEGAKKAN SEBUAH KEBENARAN.
b. Bangsa Indonesia sangat beruntung telah memiliki 2 orang PUTRA TERBAIKNYA yaitu SOEKARNO & SOEHARTO.
c. Rapatkan barisan, jangan mudah teradu domba oleh KONSPIRASI
AS & sekutunya. Tumbuhkan jiwa patriotik kita, karena bisa jadi
melalui konspirasi AS, perang Afganistan dan Irak juga dapat terjadi di
Tanah Air yg kita cintai ini. Juga perang antar suku dan golongan di
dalam negeri seperti di negara-negara Afrika, Korea Utara – Selatan,
Vietnam Utara-Selatan, Bosnia, Mesir, Libya dan lain-lain.
d. Atas Cronologis harta Soekarno tersebut, pada prinsipnya kita
para “pemegang amanah” dan penerima “pelimpahan Colateral”, perlu
untuk menyadari bahwa pelaksanaan “Hibah Aset Raja Nusantara kepada
pribadi Bung Karno adalah “CACAT HUKUM”
Harta Rakyat Indonesia Sirna Oleh Rekomendasi Negara-negara Kolompok G-20
“Considering this statement, which was written and signed in
November 21th 1963, while the new certificate was valid in 1965 all the
ownership, then the following total volumes were just obtained.”
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi
bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam
perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan
Soekarno pada 1963.
Wilayah negara G-20 berwarna biru
Soekarno dan John F. Kennedy
Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement”
itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia,
itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab
volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari
17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni..!
Bahasa lain yang sering dikemukakan Bung Karno kepada rekan
terdekatnya, bahwa ia ingin harta nenek moyang yang telah dirampas oleh
imprealisme dan kolonialisme dulu bisa kembali.
Tetapi perjanjian yang diteken itu, hanya sebatas pengakuan dan
mengabaikan pengembaliannya. Sebab Negeri Paman Sam itu mengambilnya
sebagai harta rampasan Perang Dunia I dan II.
Konon cerita, harta raja-raja Nusantara berupa ratusan ribu ton emas
dan harta lainnnya itu dibawa ke Belanda (sbg penjajah) dari Indonesia,
kemudian Belanda kalah perang dengan Jerman, maka Jerman memboyong
harta itu ke negaranya. Lalu dalam perang dunia kedua, Jerman kalah
dengan Amerika, maka Amerika membawa semua harta itu ke negaranya hingga
kini.
Perjanjian itu berkop surat Burung Garuda bertinta emas di bagian
atasnya yang kemudian menjadi pertanyaan besar pengamat Amerika. Yang
ikut serta menekan dalam perjanjian itu tertera John F. Kennedy selaku
Presiden Amerika Serikat dan William Vouker yang berstempel
“The President of The United State of America” dan dibagian bawahnya tertera tandatangan Soekarno dan Soewarno berstempel
“Switzerland of Suisse”.
Yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah, mengapa Soekarno tidak
menggunakan stempel RI?. Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau
khawatir harta itu akan dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup,
suatu saat kelak.
Perjanjian yang oleh dunia moneter dipandang sebagai pondasi kolateral
ekonomi dunia hingga kini, menjadi perdebatan panjang yang tak kunjung
selesai pada kedua negara, Indonesia dan Amerika. Banyak para tetua dan
kini juga anak muda Indonesia dengan bangganya menceritakan bahwa
Amerika kaya karena dijamin harta rakyat Indonesia.
Bahkan ada yang mengatakan, Amerika berhutang banyak pada rakyat
Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah dan bukan punya
negara Indonesia, melainkan “harta rakyat Indonesia”. Tetapi, bagi
bangsa Amerika, perjanjian kolateral ini dipandang sebagai sebuah
kesalahan besar sejarah Amerika.
The Green Hilton Agreement 1963
Barangkali ini pulalah penyebab, mengapa Bung Karno kemudian dihabisi
karir politiknya oleh Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo
The Green Hiltom Agreement. Ini berkaitan erat dengan kegiatan utama Soeharto ketika menjadi Presiden RI ke-2.
Dengan dalih sebagai dalang Partai Komunis Indonesia atau PKI, banyak
orang terdekat Bung Karno dipenjarakan tanpa pengadilan seperti
Soebandrio dan lainnya. Menurut tutur mereka kepada pers, ia dipaksa
untuk menceritakan bagaimana ceritanya Bung Karno menyimpan harta nenek
moyang di luar negeri. Yang terlacak kemudian hanya “Dana Revolusi”
yang nilainya tidak seberapa. Tetapi kekayaan yang menjadi dasar
perjanjian
The Green Hilton Agreement ini hampir tidak terlacak oleh Soeharto, karena kedua peneken perjanjian sudah tiada.
Kendati perjanjian itu mengabaikan pengembaliannya, namun Bung Karno
mendapatkan pengakuan bahwa status kolateral tersebut bersifat sewa (
leasing).
Biaya yang ditetapkan Bung Karno dalam perjanjian sebesar 2,5% setahun
bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya. Dana
pembayaran sewa kolateral ini dibayarkan pada sebuah account khusus atas
nama
The Heritage Foundation yang pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu yang dimuliakan
Sri Paus Vatikan.
Namun karena Bung Karno “sudah tiada” (wallahuallam), maka yang
ditunggu adalah orang yang diberi kewenangan olehnya. Namun sayangnya,
ia hanya pernah memberikan kewenangan pada satu orang saja di dunia
dengan ciri-ciri tertentu. Dan inilah yang oleh kebanyakan masyarakat
Indonesia, bahwa yang dimaksudkan adalah “Satria Piningit” yang kemudian
disakralkan, utamanya oleh masyarakat Jawa. Tetapi kebenaran akan hal
ini masih perlu penelitian lebih jauh.
April 2009, dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation
sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5% ditetapkan dari
total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 34 tahun hasil
biaya sewanya saja sudah setera 48.577 ton emas.
Artinya kekayaan itu sudah menjadi dua kali lipat lebih, dalam kurun
kurang dari setengah abad atau setara dengan USD 3,2 Trilyun atau Rp
31.718 Trilyun, jika harga 1 gram emas Rp 300 ribu. Hasil lacakan
terakhir, dana yang tertampung dalam rekening khusus itu jauh lebih
besar dari itu. Sebab rekening khusus itu tidak dapat tersentuh oleh
otoritas keuangan dunia manapun, termasuk pajak.
Karenanya banyak orang-orang kaya dunia menitipkan kekayaannya pada
account khusus ini. Tercatat mereka seperti Donald Trump, pengusaha
sukses properti Amerika, Raja Maroko, Raja Yordania, Turki, termasuk
beberapa pengusaha besar dunia lainnya seperti Adnan Kassogi dan Goerge
Soros. Bahkan Soros hampir menghabiskan setengah dari kekayaannya untuk
mencairkan rekening khusus ini sebelumnya.
Pihak Turki malah pernah me-loby beberapa orang Indonesia untuk dapat
membantu mencairkan dana mereka pada account ini, tetapi tidak
berhasil. Para pengusaha kaya dari organisasi Yahudi malah pernah
berkeliling Jawa jelang akhir 2008 lalu, untuk mencari siapa yang diberi
mandat oleh Bung Karno terhadap account khusus itu. Para tetua ini
diberi batas waktu oleh rekan-rekan mereka untuk mencairkan uang
tersebut paling lambat Desember 2008. Namun tidak berhasil.
Usaha pencairan rekening khusus ini bukan kali ini saja, tahun 1998
menurut investigasi yang dilakukan, pernah dicoba juga tidak berhasil.
Argumentasi yang diajukan tidak cukup kuat.
Dan kini puluhan bahkan ratusan orang dalam dan luar negeri mengaku
sebagai pihak yang mendapat mandat tersebut. Ada yang usia muda dan ada
yang tua. Hebatnya lagi, cerita mereka sama. Bahwa mereka mengaku
penguasa aset rakyat Indonesia, dan selalu bercerita kepada lawan
bicaranya bahwa dunia ini kecil dan dapat mereka atur dengan kekayaan
yang ia terima. Diantaranya ada yang mengaku anak Soekarno, lebih parah
lagi, ada yang mengaku Soekarno sunggguhan tetapi kini telah berubah
menjadi muda. Wow..!
Padahal, hasil penelusuran penulis. Bung Karno tidak pernah memberikan mandat kepada siapapun. Dan setelah tahun
1965, Bung Karno ternyata tidak pernah menerbitkan dokumen-dokumen atas nama siapapun. Sebab setelah
1963 itu, pemilik harta rakyat Indonesia menjadi tunggal, ialah Bung Karno itu sendiri. Namun sayang,
CUSIP Number (
nomor register World Bank)
atas kolateral ini bocor.
Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan banker papan
atas dunia untuk menerbitkan surat-surat berharga atas nama orang
Indonesia.
Pokoknya siapapun, asal orang Indonesia ber-passport Indonesia dapat
dibuatkan surat berharga dari UBS, HSBC dan bank besar dunia lainnya.
Biasanya terdiri dari 12 lembar, diantaranya ada yang berbentuk Proof of
Fund, SBLC, Bank Guransi, dan lainnya. Nilainya pun fantastis,
rata-rata diatas USD 500 juta. Bahkan ada yang bernilai USD 100
milyar..!
Ketika dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankkan akan mengecek
CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankkan akan memberikan
Bank Officer khusus bagi surat berharga berformat ini dengan cara memasan
Window Time untuk sekedar berbicara sesama bank officer jika dokumen tersebut akan ditransaksikan.
Biasanya dokumen jenis ini hanya bisa dijaminkan atau lazim dibuatkan
rooling program atau
private placement yang bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan
high yeild berkisar antara 100 s/d 600 % setahun. Uangnya hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan.
Makanya, ketika terjadi musibah tsunami di Aceh dan gempa besar lainnya
di Indonesia, maka jenis dokumen ini beterbangan sejagat raya bank.
Tapi anehnya, setiap orang Indonesia yang merasa namanya tercantum
dalam dokumen itu, masih miskin saja hingga kini. Mengapa? Karena
memang hanya permainan banker kelas kakap untuk mengakali bagaimana
caranya mencairkan aset yang terdapat dalam rekening khusus itu.
Melihat kasus ini, tak heran bila banyak pejabat Indonesia termasuk
media massa Indonesia menyebut “orang gila” apabila ada seseorang yang
mengaku punya harta banyak, milyaran dollar Amerika Serikat. Dan itulah
pula berita yang banyak menghiasi media massa. Ketidakpercayaan ini
satu sisi menguntungkan bagi keberadaan harta yang ada pada account
khusus ini, sisi lain akan membawa bahaya seperti yang sekarang
terjadi. Yakni, tidak ada pembelaan rakyat, negara dan pemerintah
Indonesia ketika harta ini benar-benar ada.
Kisah sedih itu terjadi. Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) ikut serta dalam pertemuan G20 April silam. Karena Presiden SBY
tidak pernah percaya, atau mungkin ada hal lain yang kita belum tau,
maka SBY ikut serta menandatangani rekomendasi G20. Padahal tandatangan
SBY dalam sebuah memorandum G-20 di London itu telah diperalat oleh
otoritas keuangan dunia untuk menghapuskan status harta dan kekayaan
rakyat Indonesia yang diperjuangkan Bung Karno melalui kecanggihan
diplomatik. Mengapa? Karena isi memorandum itu adalah seakan memberikan otoritas kepada lembaga keuangan dunia seperti IMF dan
World Bank untuk mencari sumber pendanaan baru bagi mengatasi keuangan global yang paling terparah dalam sejarah ummat manusia.
Atas dasar rekomendasi G20 itu, segera saja IMF dan
World Bank
mendesak Swiss untuk membuka 52.000 rekening di UBS yang oleh mereka
disebut aset-aset bermasalah. Bahkan lembaga otoritas keuangan dunia
sepakat mendesak Vatikan untuk memberikan restu bagi pencairan aset yang
ada dalam
The Heritage Foundation demi menyelamatkan ummat manusia.
Memang, menurut sebuah sumber terpercaya, ada pertanyaan kecil dari
Vatikan, apakah Indonesia juga telah menyetujui? Tentu saja, tandatangan
SBY diperlihatkan dalam pertemuan itu. Berarti sirnalah sudah harta
rakyat dan bangsa Indonesia.
Barangkali inilah kesalahan dan dosa SBY serta dosa kita semua yang
paling besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebab, bila SBY dan kita
sepakat untuk paham akan hal ini, setidaknya ada geliat diplomatik
tingkat tinggi untuk mencairkan aset sebesar itu.
G-20: Presiden Sampaikan Proposal Indonesia
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan proposal Indonesia pada sesi
Working Breakfast
KTT G-20, di ExCel London, Inggris, Kamis (2/4) pagi waktu setempat
atau petang di Indonesia. Presiden SBY duduk bersebelahan dengan
Presiden AS Barack Obama. Indonesia mendukung terjadinya kesepakatan
dalam empat isu penting.
Keempat isu itu adalah pentingnya stimulus fiskal maupun kebijakan
moneter. Kedua, koreksi terhadap kegagalan regulasi dan supervisi yang
mengakibatkan krisis global. Ketiga, perlu bantuan dana bagi negara
berkembang yang menjadi korban tak berdosa. Keempat, reformasi terhadap
lembaga keuangan internasional.
Indonesia sudah mendiskusikan sikapnya itu dengan negara-negara peserta
KTT G-20, melalui serangkaian pertemuan bilateral yang dipimpin SBY.
Sehari sebelum puncak acara KTT, Presiden SBY juga menyampaikan
proposal Indonesia kepada Barack Obama, yang ramah menyapa SBY dalam
beberapa kosa kata Indonesia.usulan Indonesia adalah Global Expenditure
Support Financing (GESF).
Manfaatnya Bagi Pemerintah Indonesia
Selasa, 31 Maret 2009 | 04:24 WIB
Anggito Abimanyu
Konferensi Tingkat Tinggi G-20 Kedua di London (London Summit) akan
dilaksanakan minggu ini, 1 dan 2 April 2009, di tengah situasi
perekonomian global yang masih tidak menentu. Pertumbuhan ekonomi global
tahun 2009 diperkirakan akan negatif yang berpengaruh terhadap
penurunan demand ekspor negara berkembang. Stimulus fiskal dari sejumlah
negara masih diragukan efektivitasnya akibat munculnya isu
proteksionisme dan isu supply financing bagi program stimulus di negara
berkembang.
Selain itu, sistem keuangan global secara praktis masih belum berfungsi
secara normal akibat proses deleveraging di negara maju yang
mengakibatkan langkanya likuiditas internasional dan turunnya net
capital inflow ke negara berkembang secara drastis. Sistem keuangan,
khususnya di negara maju, masih dihantui potensi kerugian yang belum
sepenuhnya terungkap terkait toxic assets sistem perbankan akibat krisis
mortgage di AS. Lembaga-lembaga keuangan internasional yang diharapkan
menjadi katalisator dalam periode krisis ternyata efektivitasnya
dibebani oleh masalah kredibilitas dan legitimasi akibat kurangnya
keterwakilan negara berkembang dalam proses governance-nya (lihat Tabel
1: Pertumbuhan Ekonomi).
Akibat besarnya jangkauan isu yang dihadapi itu, banyak pihak
mempertanyakan kemampuan G-20 mengatasi krisis. Lebih jauh lagi,
terdapat pula keraguan mengenai kohesivitas di G-20 mengingat setiap
anggota tentunya akan memperjuangkan isu yang terkait paling erat dengan
kepentingannya dan hal itu akan berdampak pada respons, prioritas, dan
pendekatan krisis yang berbeda. Bagi publik domestik, hal tersebut
memunculkan pertanyaan mengenai manfaat yang akan diperoleh Indonesia
dari partisipasinya di forum G-20 akibat kekhawatiran mengenai kooptasi
isu di G-20 oleh negara maju.
Respons G-20
Terlepas dari banyaknya isu yang harus dibahas, London Summit sendiri
sebetulnya merupakan puncak dari suatu siklus kerja di G-20. Di tingkat
teknis, G-20 telah membagi isu ke dalam berbagai tingkat pembahasan
yang beranggotakan otoritas finansial dan moneter negara anggota yang
melakukan koordinasi intensif selama 7 x 24 jam.
Terkait dengan instrumen krisis, regulasi, dan arsitektur keuangan
internasional, G-20 membentuk empat kelompok kerja (working group/WG):
(i) Enhancing sound regulation and transparency,
(ii) Promoting integrity in the financial markets,
(iii) IMF reform, dan
(iv) Multilateral development banks (MDBs) reform. Selain itu,
terdapat juga forum koordinasi di tingkat deputi menteri keuangan dan
gubernur bank sentral G-20 guna membahas kebijakan makro (fiskal dan
moneter), serta forum sherpa yang bertugas membahas isu-isu ekonomi
nonkeuangan dan moneter (seperti isu perdagangan, dan tenaga kerja).
Walaupun terdapat kekhawatiran bahwa perbedaan kepentingan di antara
anggota G-20 akan menyebabkan friksi, keanggotaan G-20 yang terbatas dan
format pertemuan yang stabil selama satu dasawarsa terakhir
berkontribusi bagi terbentuknya tingkat kepercayaan di antara anggota
G-20 dalam rangka mencapai konsensus.
Secara umum terdapat konvergensi di G-20 bahwa:
(i) krisis saat ini disebabkan oleh ketidaksepadanan antara
kepentingan global dan nasional (sovereign policy) sehingga respons
kebijakan domestik haruslah mempertimbangkan dampak di luar batas
negara dan perlunya koordinasi respons secara global;
(ii) krisis menimpa baik negara maju maupun berkembang melalui
mekanisme yang berbeda sehingga membutuhkan respons yang berbeda pula;
dan
(iii) krisis juga diakibatkan oleh tidak memadainya arsitektur
keuangan global (termasuk lembaga keuangan multilateral) dalam
merespons krisis secara efektif akibat masalah kredibilitas dan
legitimasi sehingga perlu dilakukan reformasi terhadap sistem keuangan
internasional.
Berdasarkan kesadaran tersebut, G-20 membagi prioritas respons menjadi
tindakan segera dan jangka menengah berdasarkan perbedaan urgensi dari
setiap isu (lihat Tabel 2: Langkah Bersama).
G-20 bagi Indonesia
Secara umum, di G-20 Indonesia memiliki posisi unik yang menyuarakan
tidak hanya kepentingan Indonesia sebagai emerging market, tetapi juga
kepentingan ASEAN dan negara berkembang lainnya termasuk Low Income
Countries.
Manfaat G-20 sangat besar bagi Indonesia tidak hanya untuk mengungkil
posisi kita di antara negara berkembang lainnya, tetapi terlebih karena
Indonesia bisa secara langsung berpartisipasi dalam membentuk
arsitektur ekonomi dan finansial global sesuai dengan kepentingan kita,
G-20 diarahkan untuk menggantikan fungsi dari G-8 sebagai pemerintahan
bayangan dari sistem ekonomi dan finansial global.
Fokus Indonesia sendiri di G-20 adalah untuk:
(i) memitigasi dampak krisis terhadap Indonesia dan negara
berkembang yang telah secara tidak adil terkena dampak dari krisis yang
bermula di negara maju melalui penurunan aliran modal ke negara
berkembang yang menghambat proses pembangunan dan pencapaian tujuan
pembangunan milenium (MDGs);
(ii) mengamankan posisi Indonesia dan negara berkembang di dalam
sistem ekonomi dan finansial global yang baru dengan mencegah
terbentuknya standar regulasi yang berpotensi merugikan perkembangan
sektor keuangan dan sebaliknya justru mengupayakan agar sistem yang baru
mendukung pengembangannya;
(iii) mendorong dilakukannya reformasi lembaga keuangan
internasional melalui peningkatan keterwakilan negara berkembang dalam
proses governance.
Sebagai implementasi, Indonesia secara konsisten memperjuangkan
dibentuknya instrumen pendanaan yang murah, bersifat tanpa persyaratan
dan percepatan pencairan yang diperuntukkan bagi negara berkembang
dengan kerangka kebijakan dan fundamental yang baik seperti Indonesia.
Proposal tersebut yang dikenal sebagai Global Expenditure Support
Financing (GESF) telah disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dalam Washington Summit tahun lalu. Sebagai penghargaan terhadap
proposal Yudhoyono tersebut, Indonesia bersama dengan Perancis ditunjuk
oleh G-20 untuk mengetuai WG4 mengenai reformasi MDBs yang salah satu
pembahasannya adalah mengenai instrumen itu.
Terkait dengan reformasi IMF, Indonesia juga memegang peranan penting
di G-20 karena Menteri Keuangan RI sebagai salah satu figur
internasional yang kerap menyuarakan urgensi reformasi IMF merupakan
anggota independent panel of experts on IMF reform (yang dikenal sebagai
Manuel Commission) yang hasil rekomendasinya menjadi salah satu acuan
bagi pembahasan di G-20.
Sebagai hasil partisipasi aktif di G-20, Indonesia telah berhasil memetik beberapa manfaat konkret, antara lain:
(i) Indonesia masuk sebagai anggota baru Financial Stability Forum (FSF) yang merupakan standard setting body bagi sistem keuangan;
(ii) Indonesia telah mendapatkan Deferred Drawdown Option (DDO)
dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), Jepang, dan Australia
bagi program pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan infrastruktur
yang kemudian menjadi model bagi GESF;
(iii) G-20 yang merupakan pemegang saham terbesar di ADB
berkomitmen untuk meningkatkan permodalan ADB guna mendorong
pembangunan di kawasan Asia; dan
(iv) negara maju berkomitmen untuk memberikan peningkatan kapasitas bagi pengembangan sektor keuangan di negara berkembang.
Terdapat juga manfaat nonkeuangan, seperti komitmen G-20 untuk menjamin dan melindungi hak pekerja migran.
(sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/31/04245598/manfaatnya.bagi.pemerintah.indonesia)
(http://nudinchelseaman.blogspot.co.id/2012/07/misteri-harta-kekayaan-kerajaan.html)