Sampai dengan hari ini (22/12), program baru dari Kemenham ini mengundang banyak perdebatan seru dari berbagai kalangan. Beberapa topik yang cukup kontroversial adalah pengaitan program 'bela negara' ini dengan istilah 'wajib militer' sebagaimana hal tersebut disampaikan sendiri oleh M.Faisal selaku Direktur Bela Negara Kementerian Pertahanan Laksamana Pertama TNI pada Tempo 13 Oktober lalu:
"Ada pendidikan kewarganegaraan, ada pelatihan dasar militer wajib, menjadi TNI, dan pelatihan sesuai profesi masing-masing," - M.Faisal
Selain itu, M.Faisal juga menyatakan bahwa peserta bela negara wajib menginap di asrama selama 30 hari, dan program acaranya akan diselenggarakan oleh satuan-satuan pendidikan TNI, seperti resimen induk daerah militer.
"Wah, berarti kalo gitu bela negara itu seperti semacam wajib militer gitu, dong? Kita akan dilatih teori dan teknik-teknik dasar untuk berperang terus digebleng secara fisik dan mental ala militer selama sebulan, gitu?" - masyarakat
eit tunggu dulu kawan, memang pada awalnya bentuk program bela negara ini diisukan sangat terkait erat dengan bentuk program wajib militer. Tapi belakangan, Kementrian Pertahanan kembali mengklarifikasi serta menekankan bahwa program bela negara ini tidak akan mengacu pada pelatihan ala militer, sebagaimana dinyatakan oleh Bapak Ryamizard Ryacudu, selaku Menteri Pertahanan RI pada Kompas, 20 Oktober 2015:
"Enggak ada saya ngomong wajib militer. Wajib militer ngapain? Wajib militer kan latihan militer, ini kan enggak. Mengubah otak supaya bangga kepada negara ini, apa enggak boleh? Kan harus itu!" - Ryamizard Ryacudu
Selain itu, Bapak Timbul Siahaan, selaku Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan mengatakan bahwa:
"Ini sama sekali tidak ada ke arah militerisme, kami tidak terpikir sama sekali. Makanya kita tidak gunakan pemeriksaan kesehatan khusus, itulah bedanya dengan wajib militer," - Timbul Siahaan.
Menurut Bapak Timbul, materi program bela negara ini dibagi 2, yaitu teori dan praktek lapangan, dimana porsinya akan lebih banyak berupa teori (70% - 80%) daripada praktek lapangan (20% - 30%). Materi teori akan diisi dengan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, sementara materi praktek lapangan adalah kegiatan ruang terbuka (outdoor activity) seperti outbond. Selain itu, instruktur dan tenaga pengajar dari pelatihan bela negara ini juga tidak hanya melibatkan TNI, tapi justru didominasi oleh kalangan warga sipil profesional (80%). Sementara keterlibatan TNI sebagai instruktur (20%), hanya dilakukan jika materi yang dibawakan adalah topik wawasan pertahanan.
Nah lho, berarti yang bener yang mana nih?? Katanya, nanti ada pelatihan fisik ala militer, sekarang jadinya lebih banyak pengajaran teori di dalam kelas sambil ada selingan berupa kegiatan olahragaoutbond. Mengingat program ini digagas oleh Kementrian Pertahanan, apakah betul nanti di penerapannya tidak akan ada pelatihan program seperti wajib militer sama sekali? Kalo memang programnya tidak ada pendekatan militeristik seperti itu, apakah tepat jika diselenggarakan oleh Kementrian Pertahanan?
Okay, terlepas dari berbagai pendapat pro-kontra yang ada di masyarakat serta pemberitaan yang masih simpang siur, pada artikel kali ini zeniusBLOG akan mengajak lo semua untuk mendiskusikan isu ini di kolom comment section bawah artikel ini. Tapi sebelum mulai diskusi, gua akan coba merangkum bagaimana sih konsep penerapan bela negara dari Kemenham yang akan dijalankan sesuai dengan pemberitaan media hingga saat ini (22/10). Selain itu, gua juga akan memberikan gambaran umum bentuk argumen pro maupun argumen kontra terkait program ini yang gua harapkan bisa jadi membantu lo semua untuk memulai diskusi dengan pemahaman konteks masalah dengan lebih baik.
Bagian 1: Konsep program bela negara menurut pemberitaan hingga saat ini
Nah sebelum kita mulai diskusinya, ada baiknya kita punya sumber yang jelas tentang rencana program ini. Jangan sampai nanti diskusi kita jadi 'ngalor-ngidul' gak karuan karena belum mendapatkan informasi terkini terkait rencana program ini. Okay, berdasarkan berita yang beredar sampai saat ini, berikut adalah beberapa point penting yang perlu lo ketahui sebelum mulai diskusi:
Artikel terkait program Bela Negara ini dikumpulkan hingga update terakhir tanggal 22 Oktober 2015. Jika ditemukan data/pemberitaan baru terkait program ini, artikel ini secepatnya akan kami update.
- Dasar hukum program Bela Negara ini adalah UUD 1945 Pasal 27 dan UU Pertahanan No 3 tahun 2002. Antara lain berbunyi:
"(1) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. (2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui: a. pendidikan kewarganegaraan; b. pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; c. pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan d. pengabdian sesuai dengan profesi. (3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang."
- Kementrian Pertahanan menargetkan 100 juta peserta dalam kurun waktu 10 tahun, meliputi rentang umur TK hingga di bawah 50 tahun.
- Dalam proses pelatihan bela negara, peserta wajib tinggal di asrama selama 30 hari.
- Direktur Program Imparsial Al Araf, mengatakan masyarakat dapat mengabaikan kewajiban bela negara jika kedapatan bernuansa wajib militer berdasarkan prinsip conscientious objection yang diakui resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dimana prinsip tersebut berbunyi: "Setiap warga negara atas dasar keyakinan dan agamanya berhak menolak wajib militer karena menolak penyelesaian konflik dengan senjata,"
- Warga di perbatasan wilayah RI perlu menerima pendidikan dasar persenjataan pada pelatihan bela negara, sebab daerah perbatasan memiliki tingkat kerawanan militer lebih besar karena berhadapan langsung dengan potensi pelanggaran wilayah negara.
- Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin memprediksikan anggaran program Bela Negara selama 10 tahun bisa mencapai angka Rp 500 triliun.
- Materi dalam program bela negara ini terbagi menjadi 70% -- 80% teori, dan 20%--30% praktik di lapangan. Adapun, praktik di lapangan, hanya semacam kegiatan di ruang terbuka (outbond).
- Tujuan dari program ini adalah memupuk rasa nasionalisme, kecintaan terhadap bangsa dan negara, serta memperkuat jati diri sebagai bangsa Indonesia.
- Pemda Jember telah melaksanakan program bela negara dengan jumlah peserta sebanyak 2.300 peserta dari kalangan pelajar dan guru, berikut adalah liputannya:
Bagian 2: Kumpulan argumen pro-kontra program bela negara.
Argumen pro terhadap program bela negara:
- Program bela negara memiliki dasar hukum yang jelas dilindungi oleh Undang-undang. Jadi pada dasarnya pemerintah berhak menjalankan program ini dari segi hukum.
- Dewasa ini, arah pandang politik, ideologi, serta paradigma masyarakat terhadap negara terpecah-belah tanpa arah yang jelas. Oleh karena itu, perlu ada program untuk kembali mengembalikan identitas kewarganegaraan, memupuk rasa nasionalisme, serta rasa kecintaan terhadap tanah air, bangsa, dan negara.
- Program bela negara ini berkali-kali ditegaskan oleh menteri pertahanan sejak (16/10) bahwa tidak akan ada bentuk latihan fisik ala militer serta pelatihan keterampilan militer, kecuali untuk warga yang tinggal di daerah perbatasan. Jadi, kekhawatiran adanya bentuk tekanan fisik/mental maupun pelatihan militer tidak bisa menjadi alasan penolakan program ini.
Argumen kontra terhadap program bela negara:
- Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin beranggapan program Bela Negara tidak realistis, berikut pernyataannya :"Dilihat dari targetnya ini berarti 10 juta orang per tahun atau 833 ribu orang per bulan. Jumlah ini sangat fantastis dibandingkan dengan sarana pelatihan yang dimiliki Badiklat (Badan Pendidikan dan Pelatihan) Kemenhan yang hanya mampu menampung 600 orang saja." - TB Hasanuddin, melalui keterangan tertulis, Senin (12/10/2015).
- Saat ini TNI masih kekurangan anggaran sebesar Rp 36 triliun untuk pembelian alutsista(peralatan perang). Jika anggaran itu tidak dipenuhi, TB Hasanuddin memprediksi, rencana strategis tahap kedua untuk pembangunan Minimum Essential Force (MEF) pada 2019 mendatang tidak akan tercapai.
- Menurut KontraS, negara masih memiliki kekurangan anggaran dana untuk mendukung persenjataan TNI dan kesejahteraan prajurit TNI sebagai komponen utama sistem pertahanan, lalu untuk apa membangun program baru dengan anggaran besar jika kebutuhan dasar saja belum bisa dipenuhi?
- Jika komposisi program bela negara didominasi komponen teori kewarganegaraan dan pancasila (80%) dan dilengkapi kegiatan lapangan / outbond (20%), rasanya kurang tepat jika diselenggarakan oleh kementrian pertahanan dan TNI.
- Anggaran dana yang sangat besar (menurut prediksi TB Hasanuddin sebesar Rp 500 Triliun dengan asumsi alokasi dana Rp 10 juta per peserta) dikhawatirkan hanya menjadi sarana baru dari penyalahgunaan dan penyelewengan anggaran (baca: lahan baru untuk dikorupsi) terutama jika alokasi dana ini tidak dibuka secara transparan.
Bagian 3: Diskusi program bela negara
Okay, gua udah memaparkan ulasan singkat mengenai rencana pemerintah tentang program bela negara disertai dengan argumennya, baik dari sisi yang pro maupun yang kontra. Sekarang, gua mengundang lo semua untuk berdiskusi di comment section di bawah artikel ini. Lo boleh berpendapat, memberi support, bertanya, maupun memberikan kritik terkait program ini. Jangan lupa untuk tetap berargumen secara sehat, menjunjung tinggi itikad baik, serta menghargai pendapat orang lain. Yuk kita mulai diskusinya!
****
Referensi sumber artikel:
No comments:
Post a Comment